^Maafkan Aku^
Embun dan
angin menyentuh dedadunan yang menempel di ranting-ranting pohon, sesaat ku
buka jendela kamarku, terlihat mentari mulai mengintip dibalik awan, suara
burung mengalun merdu bak biola yang dimainkan, sisa-sisa kesejukan masih dapat
ku rasakan. Sungguh pagi yang indah.
“Jrejedt...
jrejedt...” ponsel ku bergetar, ternyata ada pesan masuk dari Dirli sahabat ku.
“ jam lapan ku jemput kamu, tidak ada kata ‘tunggu’ okey...” seperti sudah
faham dengan kebiasaan ku yang selalu membuatnya menunggu jika dia menjemput
ku. Ku balas smsnya dengan senyuman sok manis. Jam delapan pagi aku dan Dirli
berencana pergi ke rumah Naya sahabat kami.
Katanya Dirli sih mau ngadain rapat penting. Hahaha kayak DPR aja tu Dirli
sok penting, padahal hanya mau rembuaan masalah “rujaan” bersama temen-temen
SD. Iya sih kami lama gak ngumpul-ngumpul setelah lulus SMA kami berpencar, ada
yang kuliah di luar kota, ada yang kerja, bahkan ada yang ikut suami. Rasanya kangen
berat dengan celoteh teman-teman yang selalu meramaikan ruang kelas dulu.
“Ti...tidt....“
terdengar suara klakson didepan rumah. Tiada lain tiada bukan itu Suara klakson
motor Dirli. Aku yang baru saja selesai memakai penutup kepala yang sering aku
sebut jilbab bergegas pamitan kepada ibu ku tersayang. “Bu aku ke rumah Naya
dulu ya, bareng Dirli” ku raih tangan ibu ku tanda meminta izin, “Iya
hati-hati,,,” kecupan mesra mendarat di pipi kiri ku. “Assalamu’alaikum...”
sambung ibu “wa’alaikumsalam” sambil tersenyum malu ku menjawab salam ibu,
karena tergesa-gesa takut Dirli nunggu lama aku sampai lupa mengucapkan salam.
Rapat
kali ini lumayan seru, soalnya tidak hanya ada kami bertiga tapi juga ada Nana
yang ikut meramaiakan rapat kali ini. Usai rapat kami langsung menghubungi
teman-teman yang lain, tidak tanggung-tanggung kami juga mengunjungi rumah
mereka yang bisa kami jangkau. Alhasil, actuating dari hasil rapat kami tidak
sia-sia. Teman-teman pada bisa semua. “Hmmmm senangnya hati ini” gumam ku.
Jam 9 lewat 10
menit teman-teman mulai pada datang, Dirli, Naya dan Nana sedang sibuk
mempersiapkan bahan-bahan rujak. Sedangkan aku, aku bertugas menyambut
teman-teman yang datang. Salah satu dari mereka ada yang berbisik pada ku, dia
umar “ kamu tambah manis sekarang “. Seketika alisku menyatu bak jembatan
Suramadu dan tak luput wajah ku memerah karna malu. “Ada apa pula umar sampai
bilang itu ke aku ?” “Apa aku memang tambah manis ?” bisik ku dalam hati.
“Astaghfirullah” ku sadarkan diriku dari pikiran yang aneh-aneh. Kala itu
suasana sangat mengasyikkan, celoteh mereka kembali, seakan suasana 10 tahun
yang lalu terulang kembali. Tawa kami menghiasi ruangan yang setengah terbuka.
Tak terasa hari semakin siang, si raja siang pun telah sampai di tengah
perjalanan tanda waktu dhuhur mulai masuk. Rasanya hati ini tidak rela untuk
pulang, tapi tidak ada pilihan lain, teman-teman ada yang punya kepentingan lain.
Jadinya kami putuskan acara sperti ini bisa dilanjutkan lain waktu. Dengan hati
yang setengah berat setengah tidak kami pun pulang berpisah.
***
“Jre...jedt…jre..jedt...” tak sempat ku rebahkan
badan ku ke kasur, ponsel ku bergetar di saku rok ku. “ada apa lagi si dirli
ini ?!” gumam ku yang
menyangka pasti sms dari Dirli. (Glurph!!) ku bak menelan sesuatu. Ternyata
bukan sms dari Dirli melainkan dari Umar. “Siank Cik, udah nyampek rumah ya ?”
isi smsnya. Ku balas sms umar tanpa perasaan curiga. “Siank juga, iya nih baru
aja nyampek” balasku. Semenjak itu umar sering mengirim sms ke nomer ponsel ku,
sekedar tanyak sedang apa dan bahkan dia
mengirim sms yang berisikan kata-kata yang mirip puisi kepada ku. Awalnya ku
menanggapinya biasa-biasa saja, “mungkin dia hanya iseng aja” pikirku, karena
ku tahu umar orangnya sedikit puitis.
Sampai pada
suatu malam, sms dari umar mengagetkan ku
“Ada dimana ? aku ada di depan rumah mu nih. Bisa gak kamu keluar ?”. ku sontak kaget, hampir saja
minuman yang ku pengang tumpah saat membaca sms dari dia. Karena penasaran ku
buka pintu rumah dan ku dapati dia menebar senyum saat tahu yang membuka pintu adalah
diri ku. “heiy....” sapanya. ku membalasnya dengan senyum dan menyuruhnya
masuk, tapi dianya lebih memilih diluar. Katanya sih biar bisa melihat bulan.
“Malam ini bulan bersinar terang ya ?” tanyanya.
“iya, tapi sayang bulannya tertutupi awan putih tuh” sambil melihat bulan ku
jawab pertanyaan umar. “Tapi tetap terang kok, malah sangat terang”, mendengar
pernyatan umar yang ku rasa rada-rada melenceng, ku langsung palingkan
pandangan ku kearahnya. Degh ! ternyata
dia menatapku sedari tadi. Empat mata telah bertemu, “Astaghfirullah”
kutundukkan pandangan ku. Benar-benar ku dibuat salting olehnya. “Maaf”
sepontan kata itu terlontar dari bibir umar saat mendengar bacaan Istighfar ku. Dengan menundukkan
pandangannya dia berkata “cik, mungkin bulan malam ini redup karena dia tahu
saat ini hati ku juga redup”. “redup ?” sahut ku. “Iya redup, redup karena seseorang
telah mencuri sinar hati ku ” ku keryutkan alis ku tanda tidak faham apa maksud
umar, dia melanjutkan perkataannya “Stiap kali ku teringat pada orang itu, saat
itu pula sinar hatiku seakan ada yang mencuri hinnga redup seperti bulan malam
ini” “kamu tau tidak, siapa orang itu ?”. “Siapa ?” jawab ku. “Orang itu
C-I-K-A”. Gurlph !! ku
telan air liur ku. ku terdiam tak dapat berkata-kata lagi. “Apabila ku ingin
meminta kembali sinar hati bersama sinar hati mu kamu besedia gak?“ wajah umar
tampak serius, “haaa ? hmmm…
A..Aku….” belum selesai ku berkata umar memotong pembicaraan ku “ ku tahu kamu
pasti tadak bisa menjawabnya sekarang, ku akan menunggu jawaban mu, ku pamit
dulu. Assalamu’alaikum” “wa’alaikumsalam” jawab ku pelan.
***
Semalaman ku tak bisa tidur di buatnya, tak
dapat ku pungkiri suasana hati ku seperti taman bunga di saat musim semi. Namun
aku masih bingung entah jawaban apa yang akan ku berikan. Seusai menyapu dan
merapikan stiap ruangan di rumah, ku jalan-jalan pagi untuk menghilangkan
kegundahan hatiku. Untuk sekian kalainya ponsel ku bergetar ternyata sms dari Umar.
Dia kembali menanyakan jawaban ku atas pertanyaan tadi malam. Ku biarkan jemari
ku menekan huruf “Y dan A” dan ku tekan tombol kirim di ponsel ku. Yah di saat
itulah kami memulai sebuah hubungan yang sering di sebut “Pacaran”. Kami sering
saling mengirim kata-kata mesra, kami juga sering ketemuan dan tak hayal kami
berpegangan tangan.
Dua minggu hubungan itu berjalan, entah
berapa kali kemaksiatan yang kami lakukan. Kami bermesraan dengan kata-kata dan
bila ketemuan kulit kami pun bertemu pula, meskipun hanya sebatas berpegangan
tangan.
Saat ku angkat tanganku seraya bertakbir
perasaan gundah mengganggu kekhusyuan sholat ku. hati ku bertanya-tanya “Bukankah
dalam Islam tidak ada istilah pacaran ? Apakah Allah akan menjauh melihat diri
ku saat ini? Apakah aku akan tetap mendapatkan Rahmat-Nya setelah apa yang aku
lakukan bersama Umar ?” hati ku kembali
gundah. Di setiap sholat ku tak lagi khusyuk, pertanyaan-pertanyaan itu selalu
mengahantuiku. Ku merasa sudah tidak kuat lagi, ku ambil kertas putih dan
bolpoin biru kesayangan ku, kuluapkan semua yang ku rasakan, ku susun kata demi
kata, bak seorang penyair yang sedang merangkai kata. Dengan satu batang
congklat ku suruh adik sepupuku mengantarkan surat itu kepada Umar.
Di setiap air Wudhu’ membasahi ku,
Di setiap Mukenah menyelimuti ku,
Hati kecil ku slalu berseru dan berseru,
Bertanya-tanya pada diri ku,
Saat Takbir ku angkat kedua tangan ku,
Diri ini penuh ragu,
Benarkah apa yang aku jalani ini ?,
Apakah Allah ridho atas apa yang telah aku jalani ini ?,
Keraguan slalu mengganggu KEKHUSYUKAN
ku,
Aku tak bisa lagi menahan kegelisahan ini,
Mungkin sampai di sini apa yang kita jalani ini berhenti,
Trima kasih atas semua yang telah kamu berikan slama ini,
Aku minta maaf, beribu maaf,,,
Aku tak bisa lagi melanjutkan hubungan ini,
Mungkin lebih baik dan sribu lebih baik lagi,
Jika kita menjadi teman, menjadi sahabat seperti dulu,
Dengan begitu mungkin Allah lebih meridhoi,
Aku tau ini tak mudah,
Setelah goresan pink terlanjur tergores dalam hati kita,
Dengan air mata yang berlinang,
Aku tulis surat ini, karena aku tak sangup berkata langsung,
Aku tak sanggup,,,,,,
Aku hanya bisa berharap “ kamu mengerti “
Dan
Semoga ALLAH MENGAMPUNI KEKHILAFAN KITA SELAMA INI
Maafkan aku
Ttd
Bulan…
by: Alphu Cika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar