BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teks Ayat dan Makna Surah al-Maidah Ayat 90-91
a.
Al-Maidah ayat 90
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ
وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90)
b.
Al-Maidah ayat 91
Artinya: “Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Q.S. Al-Maidah
: 91)
B. Penjelasan
Kosa Kata
a. QS. Al-Maidah ayat 90
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ (Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamer) kata الْخَمْرُ adalah
minuman yang dapat memabukkan yang dapat menutupi akal sehat.[1]
Para ulama berbeda pendapat tentang makna khamr, Abu Hanifa membatasinya
pada air anggur yang diolah dengan memasaknya sampai mendidih dan mengeluarkan
busa, kemudian dibiarkan higga menjernih. Yang ini, hukumnya haram untuk
diteguk sedikit atau banyak, memabukkan atau tidak. Adapun selainnya, seperti
perasan aneka buah-buahan yang berpotensi memabukkan atau mengandung alkohol
yang berpotensi memabukkan, maka ia dalam pandangan Abu Hanifah, tidak dinamai khamr. Pendapat ini ditolak oleh
ulama-ulama mazhab lainnya yakni Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hambali
berpendapat bahwa apapun yang apabila diminum atau digunakan dalam kadar normal
oleh seseorang yang normal lalu memabukkan baik itu dari perasan anggur, kurma,
gandum ataupun dari bahan lainnya, maka ia adalah khamr.[2]
Kata وَالْمَيْسِرُ
(berjudi) atau taruhan.[3]
Kata ( ميسر ) maysir terambil dari kata ( يسر ) yusr
yang berarti mudah. Judi dinamai maysir karena pelakunya memperoleh harta dengan mudah, kehilangan
harta dengan mudah. Kata ini juga berarti pemotongan dan pembagian. Dahulu
masyarakat Jahiliah berjdi dengan unta untuk kemudian mereka potong dan mereka
bagi-bagikan dagingnya sesuai kemenangan yang mereka raih.[4]
Penulis tafsir Al Kasysyaf mengatakan “termasuk kelompok maisir adalah
segala bentuk perjudian, seperti dadu, catur dan lainnya.” Penulis
tafsir Ruhul Ma’ani berkata: “termasuk jenis maisir adalah segala macam
perjudian, seperti dadu, catur dan lain sebagainya.” Mengenai catur Imam
Syafi’i berkata: “apabila catur itu dilakukan tanpa ada taruhan, tanpa omongan
yang jorok dan tanpa melalaikan shalat, makatidaklah haram dan tidak termasuk maisir.”[5]
Dari segi hukum, maysir/ judi adalah segala macam aktifitas yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk memenangkan suatu pilihan dengan
menggunakan uang atau materi sebagai taruhan.[6]
وَالْأَنْصَابُ (berkorban
untuk untuk berhala) patung-patung sesembahan. Maksud berkorban disini
yaitu menyembahnya (mengagungkannya) atau melakukan penyembelihan atas namanya.
وَالْأَزْلَامُ (mengundi nasib dengan anak panah)
permainan undian dengan anak panah.[7] رِجْسٌ (perbuatan keji) menjijikkan lagi kotor. مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ (termasuk perbuatan setan) maksudnya
perbuatan yang dihiasi oleh setan.[8] مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ رِجْسٌ menunjukkan bahwa meminum khamr, judi, berkorban untuk
berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji (menjijikkan
dan kotor) yang termasuk perbuatan setan (dihiasi oleh setan).
فَاجْتَنِبُوهُ (maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu) yakni kekejian yang terkandung di dalam
perbuatan-perbuatan itu, jangan sampai kamu melakukannya. ( فاجتنبوه
) fajtanibuhu, mengandung kewajiban menjauhinya dari segala aspek pemanfaatan.
Bukan saja tidak boleh diminum, tetapi juga tidak boleh dijual dan tidak boleh
dijadikan obat. Demikian
pendapat al-Qurthubi. Menurut Thahir
Ibn ‘Asyur menjauhi hal-hal di atas adalah dalam konteks keburukan
yang dikandung sesuai dengan sifat masing-masing larangan itu. Menjauhi khamr
adalah menjauhi dari segi meminumnya. Menjauhi perjudian adalah dari segi
taruhannya. Menjauhi berhala dari segi penyembelihan atas namanya. Menjauhi
panah-panah dari segi menggunakannya sebagai alat pilihan dalam menentukan
nasib.[9] لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
(agar kamu mendapat keberuntungan). [10]
b.
QS. Al-Maidah ayat 91
أِنَّمَا
يُرِيْدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوْقِعَ بَيْنَكُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغَضَاءَ فِيْ
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ
(sesungghnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian
diantara kamu lantaran-meminum-khamr dan berjudi).[11]
عَنْ
ذِكْرِاللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ وَبَصُدَّكُمْ (dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan shalat) yang dimaksud dengan menghalangi kamu dari mengingat
Allah disamping dapat berarti melupakan zikir dengan hati dan lidah, juga
dapat berarti melupakan zikir atau peringatan yang disampaikan oleh Rasul SAW.
berupa al- Qur’an dan Sunnah, atau melupakan zikir dari sisi rububiyyah
(pemeliharaan) Allah kepada manusia, dan ini mengantarkan kepada melupakan sisi
‘ubudiyyah (ibadah) kepada-Nya dan terutama adalah melaksanakan shalat.[12]
فَهَلْ أَنْتُمْ
مُنْتَهُوْنَ (maka apakah
kamu akan berhenti ?) merupakan pernyataan yang bermakna perintah, yang
dicelanya terdapat kecaman terhadap sebagian anggota masyarakat muslim yang
ketika turunnya ayat ini belum menghentikan kebiasaan minum khamr.[13]
C.
Sebab al-Nuzul
QS. Al-Maidah ayat 90-91
Pelarangan khamr dilakukan secara bertahap, mulai
dari paling ringan terus meningkat sampai kepada larangan yang bersifat qath’I
(pasti yang tidak dapat ditawar lagi) yakni QS. Al-Maidah ayat 90-91.
Telah
diriwayatkan Ibnu Munzir dari Said bin
Zubair, dia berkata : ketika turun ayat 219 dari surat al-Baqarah yang berbunyi
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, katakanlah ‘ keduanya itu
adalah dosa besar dan ada manfaatnya bagi manusia, dan (tetapi) dosanya lebih
besar daripada manfaatnya.” Maka sebagian sahabat masih terus meminum khamr
karena mendengar adanya manfaatnya, akan tetapi sebagian lain telah
meninggalkan sama sekali karena mendengar dosa besar itu.[14]
Kemudian turun
ayat 43 dari surat an-Nisaa’ yaitu “janganlah kamu hampiri shalat sedang
mabuk” maka ada pula sebagian sahabat yang langsung meninggalkannya, sedang
sebagian yang lain tidak meminumnya pada waktu siang, melainkan hanya pada
malam harinya saja ketika hendak tidur.[15]
Hingga terjadinya suatu peristiwa
yang menimpa dua kabilah dari kalangan kaum Anshar yang gemar minum khamr. Imam Nasa-I dan imam Baihaqi telah
meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas telah berkata:
“sesungguhnya ayat pengharaman khamr itu diturunkan berkenaan dengan peristiwa
yang menimpa dua kabilah dari kalangan kaum Anshar yang gemar minum khamr. Pada
suatu hari mereka minum-minum khamr hingga mabuk, sewaktu keadaan mabuk mulai
menguasai mereka, sebagian dari mereka mempermainkan sebagian lainnya. Dan
tatkala mereka sadar dari mabuknya, seseorang diantara mereka melihat
bekas-bekasnya pada wajah, kepala, dan janggutnya. Lalu ia mengatakan: “Hal itu
tentu dilakukan oleh si Fulan saudaraku’. Mereka adalah bersaudara, di dalam
hati mereka tidak ada rasa dengki atau permusuhan antara sesamanya. Selanjutnya
laki-laki tadi berkata: ‘Demi Allah, andai kata si Fulan itu menaru belas
kasihan dan sayang kepadaku, niscaya ia tidak akan melakukan hal ini terhadap
diriku’. Akhirnya setelah peristiwa itu rasa
dengki mulai merasuk di dalam dada mereka, lalu Allah SWT. menurunkan ayat 90-91 dari surat
al-Maidah ini.[16]
D. Penjelasan
Singkat
Ayat 90 surah al-Maidah menjelaskan bahwa
khamar, berjudi, berkorban untuk
berhala-berhala, mengundi nasib dengan panah termasuk perbuatan
setan yang rijs yakni sesuatu
yang kotor dan buruk yang tidak patut dilakukan oleh manusia yang
beriman kepada Allah, yang oleh karenanya Allah menyuruh manusia untuk
menjauhinya agar mendapat keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat.
Imam Bukhari
ketika menjelaskan perurutan larangan-larangan itu mengemukakan bahwa karena
minuman keras (khamr) merupakan salah satu cara yang paling banyak
menghilangkan harta, maka disusulnya larangan meminum khamr dengan
perjudian, karena perjudian merupakan salah satu cara yang membinasakan harta,
maka pembinasaan harta disusul dengan larangan pengagungan terhadap berhala
yang merupakan pembinasaan agama. Begitu pula dengan pengagungan berhala,
karena ia merupakan syirik yang nyata (mempersekutukan Allah) jika berhala itu
disembah dan merupakan syirik tersembunyi bila dilakukan penyembelihan atas
namanya, meskipun tidak disembah. Maka dirangkailah larangan pengagungan
berhala itu dengan salah satu bentuk syirik tersembunyi yaitu mengundi nasib
dengan anak panah, dan setelah semua itu dikemukakan, kesemuanya dihimpun
beserta alasannya yaitu bahwa semua itu adalah rijs (perbuatan keji).[17]
Sedangkan di
dalam ayat 91 surat al-Maidah menjelaskan alasan mengapa
Allah mengharamkan minuman khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang disebutkan dalam ayat
ini ada dua macam, pertama, karena dengan kedua perbuatan itu setan ingin
menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia. Kedua, karena akan melalaikan mareka dari mengingat
Allah dan salat.
Timbulnya berbagai bahaya tersebut pada orang yang suka
minum khamar dan berjudi tidak dapat dipungkiri. Kenyataan yang dialami oleh orang-orang
semacam itu cukup menjadi bukti. Peminum khamar tentulah pemabuk. Orang yang mabuk tentu
kehilangan kesadaran. Orang yang hilang kesadarannya mudah melakukan perbuatan
yang tidak layak, atau mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak
diucapkannya. Perbuatan dan perkataannya itu sering kali merugikan orang lain,
sehingga menimbulkan permusuhan diantara mareka. Disisi lain orang yang sedang
mabuk tentu tidak ingat melakukan ibadah dan zikir atau apabila ia
melakukannya, tentu dengan cara tidak benar dan tidak khusu’.
Orang yang suka berjudi biasanya selalu
berharap akan menang. Oleh karena itu ia tidak pernah jera dari perbuatan itu,
selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang dipertarukannya. Diantara pejudi-pejudi itu sendiri
timbul rasa permusuhan, karena masing-masing ingin mengalahkan lawanya, atau ingin membalas dendam kepada lawannya yang telah
mengalahkannya. Seorang pejudi tentu
sering melupakan ibadah, karena mareka sedang asik berjudi, tidak akan
menghentikan permaiannya untuk melakukan ibadah, sebab hati mareka sudah tunduk
kepada setan yang senantiasa berusaha untuk menghalang-halangi manusia
beribadah kepada Allah dan menghendakinya kemeja judi.
Setelah menjelaskan bahaya-bahaya
yang ditimbulkan oleh khamar dan judi, maka Allah dengan nada bertannya
memperingatkan orang-orang mukmin. “apakah mareka mau berhenti…? Maksudnya adalah bahwa setelah
mareka diberi tahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-perbuatan
itu, maka hendaklah mareka menghentikannya, karena mareka sendirilah yang akan
menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat. Di dunia ini
mereka akan mengalamin kerugian harta benda dan kasehatan badan serta permusuhan dan kebencian
orang lain terhadap mareka, sedangkan di akhirat akan akan ditimpa kemurkaan
dan azab Allah.
E. Hukum Yang
Termuat Dalam Surah Al-Maidah Ayat 90-91
Dalam ayat
90 surah al-Maidah Allah menjelaskan hukum-hukum
mengenai empat jenis perbuatan,
yaitu : minum khamar, berjudi, berkorban untuk patung-patung dan mengundi nasib
dengan menggunakan alat-alat yang menyerupai anak panah yang telah di tegaskan keharamannya dengan
penegasan “ فَاجْتَنِبُوهُ
(maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu)” yakni kekejian yang terkandung di dalam
perbuatan-perbuatan itu, jangan sampai dilakukannya. Selain itu di dalam ayat ini menyebutkan
bahwa keempat perbuatab tersebut termasuk perbuatan syaitan
yang yang rijs (keji/kotor).
Sedangakan di dalam ayat
91 surah al-Maidah menyebutkan pengharaman meminum khamr dan berjudi dan
kedua perbuatan itu akan menimbulkan
permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia. Selain itu meminum
khamr dan berjudi akan melalaikan manusia dari mengingat Allah dan shalat. Di dalam ayat
ini di khususkan pada pengharaman khamr dan berjudi yang sangat tegas,
ini terbukti di dalam ayat ini Allah dengan nada bertannya memperingatkan orang-orang
mukmin. فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُوْنَ
“apakah mareka mau berhenti…?” Maksudnya adalah bahwa setelah mareka diberi
tahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-perbuatan itu, maka
hendaklah mareka menghentikannya, karena mareka sendirilah yang akan menanggung
akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat.
[1] Imam Jalaluddin Al-mahalli dan Imam Jalaluddin As-suyuti, Tafsir
Jalalain (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009), hlm. 470.
[2] Muhammad Ali Ash-shabuni, Rawai’ul Bayan: Tafsir ayat-ayat hukum (Semarang
: CV. Asy-syifa, 1994), hlm. 434.
[16] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Ibnu Katsir (Surabaya :
PT Bina Ilmu, 1993), hlm. 168.